Saturday, April 24, 2010
Ternyata Perokok itu Lebih Baik
Saturday, April 17, 2010
Ummuka .... Abuuka ....
Tulisan ini dibuat ketika saya mendengarkan salah satu lagu dari pemusik
Dari lagu tersebut terkesan bahwa ibu itu memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan manusia. Ibu sangat mulia dan derajatnya lebih tinggi dari ayah. Paradigma tersebut telah berkembang dan menyebar sejak dahulu hingga sekarang. Banyak sekali para mubalig yang selalu menyampaikan berbagai hal mengenai ini, misalnya mereka lebih banyak menerangkan tentang kelebihan ibu dan kedudukan tinggi atau derajat yang lebih tingginya dari bapak.
Saya cukup heran ketika kita dilahirkan tidak hanya oleh ibu saja, tetapi ayah pun ikut andil dalam terlahirnya kita di dunia. Namun masih ada bahkan banyak paradigma orang-orang yang menganggap bahwa ibu lebih tinggi derajatnya dari pada bapak.
Suatu ketika saya pernah diajak oleh teman untuk mengikuti sebuah peringatan maulid Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasalam. Di
Dalam mauidhohnya, Habib memberikan berbagai mengenai pentingnya peringatan maulid nabi. Salah satunya adalah agar para umat Islam lebih mencintai Nabinya yaitu Baginda Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasalam. Karena dengan mencintai Nabi, maka termasuk mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bila sudah mencintai Allah dan Nabi-Nya maka umat Islam akan menaati perintah-perintah Allah dan Nabi serta termasuk menjauhi larangan-larangan Allah dan Nabi Shollallahu Alaihi Wasalam. Dan salah satu perintah Allah dan Nabi adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Perintah untuk birrul walidain sudah banyak sekali termaktub dalam Al-Qur’an dan Al Hadis.
Dengan jawaban Rasulullah tersebut terkesan bahwa ibu memiliki derajat yang lebih tinggi dari pada ayah tiga kali lipat. Padahal, orang tua kita adalah team yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka mulai dari awal mereka bersatu hingga terlahirnya kita semua ini. Mereka memiliki peran masing-masing yang sudah menjadi kodrat mereka. Misalnya ayah yang dengan segala tenaga dan pikirannya selalu menjaga ibu, menafkahi, dan memberi perhatian sepenuhnya kepada sang ibu dan calon anak. Sedangkan ibu, dengan kodratnya yang harus mengandung calon anak, dengan susah payah harus selalu menjaga kondisi kandungan, sehingga anak yang diidam-idamkan akan terlahir dengan lancar dan sehat.
Tausiyah yang disampaikan oleh Sang ulama itu adalah mengajak untuk mengubah paradigm tersebut. Bahwa bapak dan ibu memiliki kedudukan yang sama, derajat yang sama, hak yang sama untuk selalu dibakti oleh anak-anaknya. Pesan beliau, Allah pun sebenarnya sudah memberikan kodenya bahwa laki-laki itu adalah pemimpin atas para wanita. Hal ini mengandung bahwa laki-laki sudah memiliki kedudukan yang tinggi di atas para wanita. Sebagai penjelas bahwa hadis yang telah disebutkan di atas merupakan sebagai penyeimbang bahwa ibu pun memiliki hak yang sama, kedudukan yang sama untuk selalu dibakti oleh anak-anaknya.
Bila melihat seperti itu maka cukup jelas dan paradigm bahwa bapak dan ibu memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Mereka pun memiliki hak yang sama untuk selalu dibakti oleh anak. Karena sesungguhnya manusia itu bila dilihat derajatnya maka bukan dari status atau jenis kelaminnya melainkan ketakwaannya kepada Allah Azza Wa Jalla.
Oleh karena itu kita sebagai seorang anak yang memiliki orang tua haruslah selalu taat kepada Allah, kepada Nabi Sholallahu Alaihi Wasalam, dan selalu birrul walidain, berbakti kepada kedua orang tua, menghormati orang tua tanpa harus membedakan kedudukan mereka, karena sesungguhnya mereka memiliki kedudukan yang sama dan hak yang sama untuk selalu dihormati dan dicintai.
Wallahu A’lam.
Friday, April 16, 2010
PUISI
Di
Perasaan menjadi berbeda ketika saya membacakan puisi. Terakhir kali saya membaca puisi
Setelah saya pulang ke rumah, tetangga depan saya diberitakan sedang dalam sakaratul maut, dan saya diminta untuk membantu membacakan doa dan surat-surat Al-Qur’an. Saya pun datang dan melihat memang tetangga saya sedang naza’. Saya pun bergegas untuk mengambil air wudhu dan mengambil Al-Qur’an. Setelah itu langsung saya bacakan
Selama saya membaca Al-Qur’an itu, tetangga saya selalu berteriak “Aku pak bali… aku pak bali… (Aku mau pulang… Aku mau pulang…)”. Terkadang mengucapkan Allah…Allah… namun setiap setelah membaca lafal Allah, beliau berteriak kembali. Saya cukup merinding melihat kejadian itu. Bagaimana tidak, betapa mungkin sakitnya saat dalam kondisi sakaratul maut.
Momen itu sungguh membuat saya kaget karena saya baru saja melakukan hal-hal yang bersifat keduniawian. Saya merasa terlena dengan hal keduniawian yang bersifat fana ini. Momen seperti itu pula yang membuat saya semakin berpikir bahwa sakaratul maut itu sangat menyakitkan bagi yang tidak siap. Seperti yang saya lihat, beliau memang mengatakan ingin segera dijemput, padahal belum waktunya. Sehingga hanya rasa sakit yang dideritanya. Sampai saya menulis ini pun beliau belum meninggal. Ketika manusia dihadapkan penyakit yang keras, kadang kala berputus asa dengan meminta untuk segera diambil nyawanya, mungkin karena tidak kuatnya menahan rasa sakitnya.
Hal ini sungguh perlu dihindari. Setiap manusia telah ditentukan berapa lama ia hidup. Juga kapan ia akan meninggalkan dunia yang fana. Dan sakit itu adalah termasuk kiamat kecil yang bila dirasakan oleh manusia adalah sebuah momen yang baik untuk memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang pernah dilakukan. Yang terpenting adalah tidak meminta untuk diambil nyawanya, karena itu termasuk mendikte ketentuan Allah. Juga, manusia tidak boleh berputus asa, baru diberi sakit sudah putus asa, meminta untuk mati. Ini sungguh bukan ajaran Rasulullah Sholallahu Alaihi Wasallam.
Oleh karena itu, saya mengingatkan diri saya sendiri dan pembaca untuk selalu memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa kita. Kita hindari kata putus asa dan meminta mati, karena itu merupakan perbuatan tercela. Kita manfaatkan umur kita yang sangat singkat ini untuk mengabdi kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita dianjurkan untuk meminta umur yang panjang yang berkah dengan menggunakannya untuk hal-hal kebaikan terutama beribadah kepada Allah Azza Wa Jalla.
Wallahu A’lam,
El Salam, 8 Juli 2009
JABATAN
Setiap manusia adalah penggembala. Penggembala dimaksud adalah pemimpin. Pemimpin minimal bagi dirinya sendiri. maka dari itu, setiap orang akan menanggung segala apa yang dilakukannya selama hidupnya. Setiap manusia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya selama hidupnya.
Permasalahannya,setiap manusia kadang-kadang tidak menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin. Manusia akan selalu mengikuti hawa nafsunya, apa saja. Nafsu untuk makan, minum, mendapatkan sesuatu, memperoleh jabatan, bahkan mendapatkan yang lebih dari apa yang sedang ia jabat.
Sebuah pengalaman memprihatinkan ketika Saya berada pada posisi penjabat sebuah kerajaan muda. Di situ terdapat kerajaan tua yang dipimpin oleh para orang-orang tua yang seharusnya menjadi teladan bagi para generasi kerajaan muda. Sebutlah saya adalah panglima pasukan muda, sedangkan Raja Darjo adalah panglima pasukan tua. Dan kami berada pada Negeri Porak Poranda.
Suatu ketika Saya hanya menjadi seorang rakyat kecil biasa, di kemudian hari di ajak untuk masuk dalam sekte-sekte kecil di bawah kerajaan muda. Dan selanjutnya pun saya menjadi seorang pemimpin pada salah satu sekte terebut. Inilah pertama kalinya saya mengetahui luar dalamnya sebuah kerajaan, baik itu kerajaan muda maupun kerajaan tua.
Setelah setahun saya memimpin sekte tersebut, diajaklah saya untuk memimpin kerajaan muda. Kerajaan yang menjadi incaran para pendekar-pendekar dari setiap sekte. Padahal saya tidak terlalu tertarik, namun sudah menjadi kewajiban saya ketika melihat kemunafikan yang sudah ada di depan mata dan kemaksiatan akan terjadi bila tahta kerajaan muda dipegang oleh pendekar-pendekar yang pernah mencoreng nama kerajaan muda.
Dalam pergulatan itu, rakyat banyak yang memilih saya dan mengamanahkan saya untuk memegang kekuasaan kerajaan muda. Saya menggandeng beberapa ahli yang terpercaya untuk mendampingi saya dalam tahta ini.
Saya berpikir ketika kerajaan muda haruslah berkiblat pada kerajaan tua yang notabene sudah memiliki pengalaman yang banyak dan ahli dalam bidangnya. Kerajaan tua yang selalu mengedepankan moral bagi para rakyatnya, transparansi, dan selalu menjalin komunikasi agar setiap apa yang dikerjakan tidak bertentangan dengan hukum yang ada.
Semua anggapan itu punah ketika mereka (para pemimpin kerajaan tua) mengucapkan permintaan upeti-upeti yang telah diberikan kepada kerajaan muda. Awalnya adalah kerajaan tua selalu memberikan beberapa upeti kepada kerajaan muda untuk menjalankan tahta kerajaannya. Namun, tak disangka ketika mereka dengan suara lantang meminta secuil upeti-upeti tersebut sebagai pemulus pekerjaan mereka.
Sungguh biadab. Mereka yang sudah diberi upeti setiap bulannya, masih meminta jatah upeti kerajaan muda. Biadabnya lagi, ketika permintaan upeti tersebut ditolak, mereka masih mencari celah agar mendapatkan secuil upeti dari sayembara yang selalu dibuat oleh kerajaan muda. Memang setiap tahunnya, kerajaan muda selalu membuat sebuah sayembara yang diikuti oleh rakyat-rakyat baru yang akan masuk ke dalam Negeri Porak Poranda ini. Nah disini, para pemuka kerajaan tua bersikukuh untuk ikut andil dalam sayembara ini. Dan dengan lantangnya mereka menyampaikan maksud mereka, tidak ada lagi selain mereka ingin mendapatkan secuil upeti dari sayembara ini.
Dari pengalaman tadi, saya mengambil pelajaran bahwa manusia memang di dunia ini tak selalu puas terhadap apa yang telah mereka dapatkan. Meskipun mereka telah mendapatkan rizki yang sudah halal, dan itupun didapatkan setiap bulannya, namun mereka kadang-kadang masih mencari recehan dari sesuatu yang bukan kawasan mereka.
Manusia seperti cukup banyak beraksi pada kawasan-kawasan yang sudah mapan. Bila dilihat secara cermat, maka mereka akan lebih hina dari orang-orang miskin yang mengais sesuatu di tempat yang kotor dan bisa jadi bukan milik orang miskin tersebut. Sungguh maklum bila orang-orang miskin itu mengais, mengambil, atau bahkan mencuri barang-barang milik orang lain, karena mereka tidak memiliki penghasilan, tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki lapangan usaha. Namun sungguh biadab bila orang kaya, sudah memiliki pekerjaan, berpenghasilan tetap, duduk di kursi jabatan yang terhormat, masih saja mencari uang receh hanya untuk memuluskan pekerjaannya, biasanya dalihnya adalah agar mereka semangat dalam melaksanakan tugas mereka. Lantas untuk apa gaji bulanan mereka? Tunjangan-tunjangan setiap tahunnya?
Sebagai manusia, selalu bersikap zuhud itu penting. Pun qonaah. Karena dengan kedua sifat itu, setiap manusia akan selalu merasa tenteram, tenang, dan bersemangat dalam menjalankan aktivitasnya. Bahkan meskipun tak diberi apapun, insya Allah bila hati selalu bersama Allah, maka semuanya akan berjalan dengan semestinya.
Wallahu A’lam,
El Salam, 24 Juni 2009
CINTA 2
Cinta, sebuah kata yang sulit didefinisikan oleh setiap orang.
Cara-cara mereka dalam meraih cinta mereka juga sangat bervariasi, dari yang paling mudah hingga yang paling berkesan. lihat saja acara reality show di TV -penulis kurang mengetahui banyak tentang acara ini-, pemuda dan pemudi menjalin sebuah hubungan yang mereka anggap sangat menyenangkan. setelah mereka mengungkapkan apa yang mereka rasakan, dan salah satu dari mereka juga memiliki perasaan yang sama, mereka kemudian bagaikan pasangan yang "serasi" menurut mereka -mungkin menurut orang lain juga seperti itu-.
Nah, dalam hal percintaan memang -katanya- sangat menyenangkan, membuat jantung deg-degan, hati berdebar-debar dan sebagainya. Itulah mereka yang merasa memiliki pengalaman menarik dalam hal percintaan.
Perlu dipikirkan kembali, bahwa cinta kepada makhluk haruslah dibatasi. Mengapa demikian, sebab sebagaimana Sayed Ali RA, telah mengatakan kurang lebihnya bahwa "Cintailah seseorang itu biasa-biasa saja, tak perlu berlebihan, karena bisa jadi orang tersebut akan menjadi orang yang paling anda benci. Dan bencilah seseorang itu biasa-biasa saja, tak perlu berlebihan, karena bisa jadi orang tersebut akan menjadi orang yang paling anda cintai". Demikian konsep cinta yang ditawarkan Sayed Ali RA.
Bercermin dari konsep itu pula, maka sebagai mahluk hendaknya tidak memaksakan diri untuk mencintai seseorang yang tidak kita cintai, ataupun terlalu membenci kepada orang yang membenci. Sebagaimana tadi yang disampaikan Sayed Ali RA, orang yang terlalu berlebihan dalam mencintai atau membenci akan mendapatkan balasan sebaliknya. Sehingga berhati-hatilah dalam mencintai dan membenci sesuatu.
Di samping itu, ada satu makhluk Allah yang tak perlu menggunakan konsep itu. yaitu Sayiduna Muhammad Shollallahu Alaihi Wassalam. Beliau tak perlu menggunakan konsep itu, karena beliau adalah makhluk khusus. Karena demikian banyak umatnya yang mencintai Beliau, namun menambah semakin dekat hatinya kepada Tuhannya dan Beliau. Inikah cinta sejati?
Konsep cinta kepada Nabi SAW itu bukan apakah kita mencintai Beliau, namun apakah beliau ini mencintai kita? Ini adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab. Semua orang telah mengetahui Nabi Muhammad Saw. Beliaulah yang sangat mencintai kita umatnya. Ingat ketika sesaat sebelum Beliau wafat, yang Beliau tanyakan adalah "Ummati,,,Ummati,,,Ummati,,,". Beliau prihatin dengan umatnya setelah Beliau meninggal. Apakah mereka akan bersama Beliau nanti? Itulah begitu cintanya Nabi kepada umatnya.
Dari situ, kita bisa meyakinkan bahwa Nabi telah mencintai kita. tapi siapakah kita? benarkah kita adalah umatnya? mengapa dengan seenaknya kita mengaku sebagai umatnya? seberapa besar cinta kita kepadanya?
Kalau kita mengaku ummatnya, maka tentunya kita selalu menghormatinya.
Wallahu A’lam Bisshowab
El Salam, 4 Juli 2009
CINTA
Cinta, satu kata yang menyenangkan bila dirasakan, namun sulit untuk dijabarkan definisinya.
Saya tidak ingin menjabarkan mengenai definisi apa itu cinta. Saya hanya ingin berbagi bagaimana rasanya hati memiliki rasa cinta. Suatu hari saya duduk sambil memutar tasbih di masjid. Saat itu adalah ketika saya baru menyelesaikan sholat Jum’at. Imam sholat di masjid itu adalah seorang ulama masyhur, arif billah, dan kharismatik di
Sebuah kelaziman di
Saat itu, saya turut antri bersama jamaah untuk ikut bermushofahah kepada ulama terebut. Dan, sebenarnya ulama tersebut adalah ulama yang saya kagumi karena ketawadhuaannya. Pada saat giliran berjabat tangan, tangan saya digandeng oleh ulama tersebut hingga keluar masjid tanpa menggunakan sandal.
Keanehan itu terjadi ketika ulama tersebut melepaskan tangan beliau, dan beliau menuju kendaraannya. Kaki saya merasa panas dan ingin segera pindah tempat. Namun saya berusaha untuk selalu tawadhu dengan tidak meninggalkan tempat sebelum ulama tersebut pergi. Dan setelah ulama itu pergi, saya merasa tidak kuat untuk berdiri tanpa memakai alas apapun.
Setelah saya sadari bahwa saya tidak merasa panas ketika berdiri bersama ulama itu dan tangan saya digandeng, saya merasa inilah bukti kecil dari sebuah cinta. Ketika semua orang memiliki rasa cinta terhadap seseorang, maka apapun penderitaan yang ia hadapi tidak akan menghalanginya untuk selalu mencintainya.
Itulah cinta kepada makhluk, yang dengan contoh yang sekecil itu, betapa dahsyatnya sesuatu yang ia dapatkan. Bagaimana dengan cinta kepada yang membuah mahluk? Yaitu sang Khalik. Sangat dahsyat. Maha dahsyat. Bila manusia mencintai Tuhannya, maka setiap kegundahan hati, keresahan hati, atau hal-hal yang membuat hati tidak pernah merasa tenteram, akan punah. Karena yang ada dalam hatinya adalah Allah. Allah. Allah.
Semua hal yang akan dikerjakan akan dikerjakan dengan senang hati, keikhlasan hati, hanya mengharap kepada-Nya. Dan, semuanya akan dimudahkan. Hasilnya akan memuaskan. Bila tidak mendapatkan apa yang diinginkan, akan selalu positif thinking kepada siapa saja termasuk kepada Allah. Maka cintailah Allah. Karena dengan cinta kepada Allah, semua yang dilihatnya adalah cantik dan indah.
Wallahu A’lam,
El Salam, 24 Juni 2009
Thursday, April 15, 2010
AIR
Di keheningan malam yang sunyi, saya pergi ke kamar mandi. Ternyata air di bak mandi sudah hampir habis, dan terpaksa saya harus menimba air dari sumur ke bak mandi itu. Hal seperti itu sudah sering saya lakukan setiap hari bergantian dengan saudara saya.
Di malam itu cukup berbeda bagi saya. Saya menimba cukup banyak sehingga ada kesan tersendiri. Dengan senang hati saya menimba air yang ada di sumur kemudian saya pindahkan ke bak. Dan terpikir suatu hal yang cukup menarik bagi saya.
Air yang ada di sumur sangat banyak, dan yang ada di bak hanya seberapa saja sesuai dengan ukuran baknya masing-masing. Saya misalkan air yang ada di sumur itu adalah ilmu-ilmu Allah. Sedangkan air yang ada di bak adalah ilmu yang dimiliki manusia.
Setiap detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun manusia menimba ilmu yang berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka selalu memenuhi otak mereka dengan ilmu-ilmu Allah yang tidak bisa menampung seluruhnya. Hanya sesuai dengan ukuran otak mereka, sedang ilmu Allah lebih banyak dan lebih luas. Namun, mengapa manusia merasa sombong dengan ilmu yang mereka dapatkan?
Inilah mengapa saya merasa heran dengan diri saya sendiri dan orang-orang yang merasa bangga dengan ilmu yang mereka dapatkan. Padahal kalau dipikir-pikir, ilmu mereka hanya sebatas ukuran bak mandi yang dibandingkan dengan isi air yang ada di sumur yang bila ditimba tidak akan semakin habis melainkan tetap ada.
Memang tidak semua orang bisa tawadhu dengan ilmu yang dimiliki. Kadang-kadang malah ilmu yang dimiliki membawanya semakin sombong dan menjauhi segala kebaikan. Misal saja ilmu yang dimiliki itu tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat atau untuk membohongi orang lain. Sungguh biadab orang yang seperti itu, orang yang menggunakan ilmunya untuk kejahatan.
Sesungguhnya manusia tidak pantas bila ia merasa takabur dengan apa yang ia miliki. Semua yang dimiliki manusia di dunia ini adalah amanah. Anak, istri, kekayaan, bahkan ilmu pun merupakan amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan untuk kebaikan. Karena semuanya itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Sebagai manusia biasa, cukuplah bersyukur dengan apa yang telah diberikan termasuk ilmu yang dimiliki. Jauhkan diri dari sifat sombong, dan gunakan ilmu untuk kebaikan. Semoga secuil ilmu Allah yang diberikan kepada kita dibandingkan dengan ilmu Allah yang sebenarnya melebihi luasnya lautan dunia seisinya ditambah dengan langit bertingkat-tingkat, menjadi ladang amal ibadah bagi kita dan manfaat bagi manusia seluruhnya sebagaimana konsep rohmatan lil alamin.
Wallahu A’lam Bisshowab,