Thursday, July 08, 2010

PERINGATAN ISRA’ MI’RAJ SEBAGAI BENTUK REFLEKSI, EVALUASI, DAN PROYEKSI

Pada saat ini kita memasuki minggu terakhir di bulan Rajab. Ada sebuah momen yang sering diperingati oleh jutaan umat Islam di akhir bulan mulia ini, yakni peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Peristiwa besar di mana Rasulullah SAW pada saat tersebut bertemu Allah secara face to face serta mendapatkan satu tugas mulia yaitu untuk mendirikan sholat.

Peristiwa ini tentu sangat bersejarah di mana kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk tidak hanya melaksanakan tetapi juga mendirikan sehingga sholat sebagai tiang agama selalu dapat menjadi identitas seorang muslim.

Satu momen penting ini yang sampai sekarang masih dikerjakan perlu ada perhatian khusus bagi kalangan umat Islam, tidak hanya sekedar menerima, mengerjakan, selesai. Perlu kekritisan oleh seorang muslim sehingga ia tahu dari mana dan mau dikemanakan perintah tersebut serta untuk apa kita melaksanakannya. Meskipun para kiai dan ustad sudah menjelaskan -mungkin- sudah detail, tentu kita perlu memikirkannya karena kita sebagai manusia diciptakan memiliki cipta, rasa, dan karsa.

Penulis mengajak para pembaca untuk menjadikan momen bersejarah ini tidak hanya dengan pengajian-pengajian belaka, tetapi juga dengan sikap kritis yang menjadi acuan nantinya untuk ke depan. Tentunya peringatan Isra’ Mi’raj ini memiliki sejarah dan akan terus berkembang sampai akhir waktunya.

a. Sebagai Refleksi

Setiap memasuki bulan Rajab, umat Islam antusias memperingati perjalanan monumental Rasulullah dari Mekkah ke Masjid al-Aqsa di Palestina (isra`) dan naiknya beliau ke langit (mi’raj) dalam rangka menerima risalah shalat lima waktu yang dilaksanakan umat Islam saat ini.

Kesemarakan dalam memperingati Isra’ dan Mi’raj terserbut sepertinya melupakan kontroversi perihal bagaimana Nabi Muhammad melakukannya; apakah dengan jasad atau hanya ruhnya saja? Memang persoalan ini tidak banyak diungkap secara lugas dan jelas. Biasanya para penceramah hanya menyinggung persoalan apakah perjalanan dengan jasad atau ruh itu sambil lalu. Itupun biasanya hanya merupakan penegasan bahwa perjalanan itu dengan jasad. Dalam arti, Nabi Muhammad -ketika melakukan isra’ dan mi’raj- benar-benar melakukannya dengan jasad (badan), karena hanya dengan itu, kedua peristiwa tersebut mempunyai makna yang luar biasa bagi orang yang beriman. Berbeda dengan jika hanya dipahami dengan ruh saja di mana nilainya tidak lebih dari sebuah mimpi.

Di kalangan ulama tafsir sendiri terjadi silang pendapat perihal itu yang disebabkan perbedaan cara pandangan terhadap kata, bi `abdihi dalam surah al-Isra` ayat 1. Ulama yang mendukung perjalanan dengan jasad (badan) berpendapat bahwa kata `abd (hamba) tidak bisa ditafsirkan dengan lain selain dengan sesuatu yang terdiri dari badan dan ruh. Oleh sebab itu, bagi penganut faham ini, penafsiran kata ‘abd dengan menambah ruh secara tersirat di depannya, bertentangan dengan sifat i`jaz (sifat keluarbiasaan) yang ingin ditunjukkan Allah melalui momentum itu. Dan, menurutnya, jika perjalanan hanya dengan ruh saja, tentunya kafir Quraisy tidak melakukan penentangan yang luar biasa, karena bagi mereka hal itu merupakan suatu yang mustahil.

Sedangkan bagi golongan yang mengatakan dengan ruh saja (bi ruh ‘abdihi) tidak mungkin perjalanan itu dilakukan dengan jasad, karena ketidakmungkinan tadi. Dan mengenai anggapan pihak pertama yang mengatakan jika itu dilakukan dengan ruh akan mengurangi sifat i`jaz bukan suatu yang sangat mendasar, karena persoalan utamanya adalah iman kepada ajaran yang dibawa Nabi. Jadi persoalan utamanya adalah iman kepada apa yang dibawa Nabi bukan masalah bagaimana kedua momentum itu terlaksana. Sebab al-Quran tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai hal itu. Prof. Ahmad Baiquni, MSc., PhD (alm) sependapat dengan aliran kedua itu dan dalam hal ini sepertinya ia terinspirasi oleh buku Near-Dath Eexperience (Hidup Sesudah Mati) yang menceritakan perihal pengalaman orang-orang yang pernah mengalami mati suri.

Terlepas dari persoalan kontroversi perihal bagaimana Nabi ber-Isra’ dan ber-Mi`raj, yang jelas hal itu bukan merupakan persoalan yang sangat esensial, karena refleksi persoalan sesungguhnya dalam kedua momen besar itu adalah perintah untuk menjalankan shalat. Semestinya, setiap kali umat Islam merayakan kedua peristiwa besar itu, mengevaluasi apakah shalat-shalat sebelumnya telah memenuhi tuntutan Nabi Muhammad.

b. Sebagai Evaluasi

Pada masa sekarang, fenomena keagamaan memang semarak yang ditandai dengan antusiasme masyarakat dalam mengikuti acara-acara yang berkaitan dengan agama, mulai dari tahajud bersama, zikir bersama, dan lainnya. Hanya saja, pada saat fenomena keagamaan itu meningkat, ada fenomena lain yang tidak kalah semaraknya, seperti semaraknya perjudian dan bentuk-bentuk kemasiatan lainnya. Semestinya, ketika fenomena keagamaan tersebut menggeliat menurunkan fenomena kemaksiatan tersebut. Dan, sesuai dengan fakta bahwa Indonesia dihuni oleh umat Islam sebagai penduduk mayoritas, pelaku-pelaku kemaksiatan tersebut mayoritasnya sudah pasti orang Islam juga. Adakah fenomena itu sejalan dengan keyakinan masyarakat saat ini bahwa manusia berkualitas saleh maka setan penggodanyapun akan setara dengannya, sehingga manakala fenomena keagamaan meningkat tandingannyapun akan semakin meningkat juga.

Memperhatikan hal itu, apakah karena pengaruh sekularisme atau karena kedangkalan pemahaman agama, saat ini sepertinya sudah berkembang opini bahwa agama hanya berkaitan dengan ibadah (shalat, haji, zakat, puasa, dan lainnya) sedangkan di luar itu merupakan persoalan duniawi yang tidak ada kaitannya dengan agama. Opini tersebut jika tidak mendapatkan perhatian serius akan semakin memarjinalkan peran agama dalam lingkup rumah ibadah saja. Padahal, selaku umat Islam semestinya menghayati, firman Allah, “Sesungguhnya shalat (bisa) mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS, Al Ankabut [29]: 45). Akan tetapi, jika seseorang sudah rajin shalat, namun tidak bisa menghindarkan diri dari perbuatan keji dan mungkar, perlu dipertanyakan bagaimana ia melakukannya.

Dalam rangka memberikan pemahaman yang benar mengenai bagaimana shalat semestinya dilakukan oleh setiap muslim, ulama memberikan distingsi antara pengertian ada’ atau ta’diyah dan pengetian iqamah yang dalam bahasa Indonesia masing-masing berarti menunaikan dan mendirikan. Kenapa persoalan pemilihan kosa kata Arab tersebut menjadi perhatian ulama dalam rangka memberikan pemahaman yang benar, karena secara filosofis kedua kata tersebut mempunyai implikasi berbeda. Kata ada’ dan ta`diyah lebih banyak berorientasi kepada aspek formal saja, sedangkan iqamah selain menekankan pelaksanaan aspek formal yang benar, aspek isoteris dalam shalat mesti mendapatkan perhatian yang serius dari seorang mushalli agar shalat yang dilakukannya benar-benar memberikan pencerahan kepada pelakunya sehingga tujuan dari shalat sebagaimana disebut dalam surah Al Ankabut : 45 tersebut benar-benar bisa terwujud. Oleh sebab itu, berkaitan dengan pemenuhan kewajiban shalat di samping nas mereferensi penggunaan kata iqamah ulama juga menggunakan kosa kata serupa dalam penjelasan mereka agar umat Islam dalam melakukan rukun Islam ke-dua itu tidak semata-mata memenuhi kewajiban, tapi sebagai kebutuhan untuk pencerahan jiwa. Bukankah Allah telah berfirman, Hanya dengan berzikir hati menjadi tenang? Dan, shalat sebagai bentuk zikir tertinggi semestinya berdampak kepada hal itu. Dalam rangka menuju kepada maksud tersebut. Mahmud Muhammad Thaha, setelah mengutip hadis Nabi yang maksudnya bahwa shalat bisa mendatangkan ketenangan jiwa dan membuka mata hati pelakunya, mengatakan, Maknailah shalatmu!

Menurut Mahmud Muhammad Thaha, dalam kitabnya Risalah al-Shalah (Terjemahan LKIS: Shalat Perdamaian), shalat merupakan sebuah metode jika dilakukan secara berulang-berulang, akan dapat melihat ke dalam diri, bertemu dengan jiwa kita sendiri, hidup berdampingan dengannya, mengenali, dan mewujudkan perdamaian dengannya. Hal itu, karena kita hidup berdampingan dengan alam lahir tenggelam dalam angan-angan indera kita, terlena dengan itu semua sehingga melupakan hakekat yang terpusat di balik yang ditutupinya. Allah menjadikan alam lahir sebagai petunjuk bagi hakekat tersebut, bukan sebagai penggantinya. Oleh sebab itu, umat Islam wajib memperhatikan sarana itu, agar tetap terjaga guna mengingat Allah. Bukankah Nabi pernah bersabda, Manusia itu tidur, apabila mati, barulah mereka terjaga? Untuk menjaga manusia agar senantiasa terjaga dari lupa dan kesalahan adalah dengan mengingat Allah, dan shalat merupakan salah satu metode sekaligus yang utama untuk itu. Berkaitan dengan itu, menurutnya sangat penting bagi umat Islam untuk mencapai tingkatan shalat seorang muslim, bukan hanya sampai tingkatan shalat seorang mukmin. Apa perbedaan di antara shalat kedua golongan itu? Memperhatikan penjelasannya dalan bukunya, terlepas dari maksud khususnya yang diinginkannya dari pemberian istilah mukmin dan muslim, apa yang dimaksud dengan shalat seorang mukmin adalah orang-orang yang melakukan shalat sekedar memenuhi kewajiban semata, sedangkan yang dimaksud seorang muslim adalah orang-orang ketika mendirikan shalat memenuhi kriteria ihsan, yaitu mereka ketika beribadah seakan melihat Allah, meskipun ia tidak melihat-Nya, tapi yakin bahwa Allah melihat mereka. Dengan kata lain, dalam pandangan Mahmud Muhammad Thaha, shalat mukmin baru sampai taraf ada’ atau ta’diyah sedangkan shalat muslim adalah sudah sampai kepada taraf iqamah. Jenis shalat yang terakhir itulah -menurutnya- yang akan memberikan pencerahan kepada pelakunya seperti yang disebut dalam surah Al Ankabut : 45 tersebut.

Oleh sebab itu, kesemarakan peringatan Isra’-Mi’raj pada bulan Rajab ini, semestinya dijadikan evaluasi bagi setiap muslim dalam melaksanakan perintah shalat. Sehingga refleksi peringatan momen ini adalah Apakah shalat yang dilakukan itu berdampak kepada ketenangan jiwa dan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Jika hal itu tidak dilakukan, kesemarakan peringatan Isra’-Mi’raj hanya akan melahirkan budaya konsumtif dan menguntungkan sedikit peceramah saja. Sedangkan shalat sebagai media pencerahan jiwa diabaikan.

Dalam kesempatan kali ini marilah kita sama-sama memperingati peristiwa Isra’ dan Mi’raj dengan cara mengevaluasi ibadah kita terutama sholat kita.

1. “Sholat itu Mi’raj nya Orang Mu’min dan Muslim”

Nabi Muhammad sebagai Nabi telah disucikan semua jiwa dan raganya sebelum beliau di Isra’ Mi’raj kan bertemu Allah Swt. Dan beliau adalah seorang Ma’sum yang selalu menjauhkan dirinya dari Dosa, sangat Wajar beliau menjadi Kekasih Alloh sehingga ketika beliau bersedih ketika harus menghadapi takdir ditinggalkan orang orang yang dikasihinya yaitu Paman dan Isteri Beliau yang selama ini mensupport perjuangannya. Lalu bandingkan dengan kita yang setiap harinya, setiap jamnya, setiap menitnya, bahkan setiap detiknya selalu digelincirkan oleh dosa. Bisakah kita Mi’raj bertemu Allah melalui Sholat kita sementara Allah itu Maha Bersih dan Suci ?

2. “ Mi’raj itu tercapai lewat Khusyu’”

Qad aflahal mu’minuun, alladziina hum fii shalaatihim khasyi’uun.

Sungguh beruntung orang-orang beriman, yang di dalam shalatnya dilakukan dengan rasa khusyu’. (QS Al Mukminun [23]:1-2).

Bagaimana bisa mencapai Mi’raj bertemu Allah kalau kita tidak pernah merasakan khusyu’ dalam sholat kita? bahkan jujur kita sebagian besar dari kita mengerjakan sholat untuk menggurukan kewajiban kita, sebagian lagi terpaksa…Astaghfirulloh…

Innal munaafiqiiina yukhadi’uunallaaha wa huwa khaadi’uhum, idzaa qaamuu ilash shalaati qaamuu kusaalaa yuraauunan naasa wa la yadzkuruunallaaha illaa qaliilaa.

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah juga akan membalas atas tipuannya tersebut. Mereka itu apabila melaksanakan shalat dilakukan dengan perasaan malas, dan mereka tidak serius di dalam mengingat Allah kecuali hanya sedikit saja. (QS An Nisaa’ [4]:142)

3. Sudah berapa besar Usaha kita untuk mencapai Khusyu’ dalam Sholat ?

Sudahkah kita berusaha dengan keras dan mencari ilmu untuk mencapai khusyu’ dalam sholat kita? semua tercapainya tujuan itu dibarengi oleh kerja keras dan kemauan untuk mencapainya. Begitu juga tujuan sholat kita itu adalah khusyu’ menghadirkan perasaan berhadapan dengan Allah sang Pencipta.

Sebenarnya banyak cara jika kita mau salah satunya yaitu berguru kepada ‘alim ulama yang sudah teruji ilmu dan amalannya, tapi sebagian dari kita berpikiran gengsi atau malu. Dan celakanya lagi kita itu tidak tahu ilmu tapi tidak pernah mencari jalan ilmu itu sendiri. Bahkan seringkali mengejek orang-orang disekitar kita yang mencari jalan untuk khusyu’ Astaghfirulloh…

Marilah kita semua mulai detik ini menjaga sholat kita sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Alloh dan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah menjalankan Isra’ mi’raj.

c. Sebagai Proyeksi

Beberapa hal penting yang perlu kita cermati dalam memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj ini, diantaranya adalah bagaimana perhatian kita terhadap Islam sekecil apapun seperti tarikh Islam yang bisa dijadikan sebagai pedoman umat Islam. Sejarah yang luar biasa ini perlu dipertahankan. Tidak hanya itu, mempertahankan momen ini dilakukan dengan selalu mengingat, kemudian mengamalkan ibroh dari peringatan tersebut.

Umat Islam perlu lebih memperhatikan kandungan yang terdapat dalam perintah shalat lima waktu tersebut sehingga ke depan, shalat tidak hanya sebagai sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan tetapi juga sebagai bentuk kebutuhan kita terhadap Allah Swt. oleh karena itu, semakin banyak kita memperingati momentum ini maka seharusnya semakin baik pula kualitas shalat kita. Tepat waktu, berjamaah, khusyuk, dan lain sebagainya sebagaimana yang pernah disampaikan oleh para muballigh.

Oleh karena itu pula, identitas kita sebagai umat Islam tidak hanya sebatas KTP, namun direalisasikan dalam bentuk pengamalan ibadah utama yakni shalat, karena yang membedakan orang Islam dan bukan orang Islam adalah shalat. Dalam arti bahwa, orang Islam adalah orang yang mendirikan shalat. Sedangkan orang yang bukan Islam merekalah yang tidak mendirikan shalat. Wallahu A’lam.

(Disarikan dari beberapa sumber oleh Zidni Darissalam, Mahasiswa STAIN Pekalongan).

Read More......

Tuesday, May 04, 2010

Merindukan Pemimpin Berjiwa B.A.T.I.K.

PEMIRA: Pemilihan Umum Raya mahasiswa. Sebuah proses pemilihan kepala roda pemerintahan mahasiswa di sebuah perguruan tinggi termasuk STAIN Pekalongan. Karena dalam sebuah pemerintahan mahasiswa terdapat organisasi tinggi pelaksana pemerintahan mahasiswa yakni Dewan Eksekutif Mahasiswa. Perlu dalam pemilihan diberikan beberapa persyaratan yang hanya akan dipenuhi oleh segelintir orang yang dirasa mau, mampu, dan diinginkan oleh mahasiswa.


Bisakah Anda bayangkan bila kita hidup tanpa kepala? Atau hidup dengan kepala yang sakit? Seluruh badan akan terasa tidak karuan, makan tidak enak, tidur tidak enak pula. Maka kita perlu memilih kepala, karena kepala harus ada dalam setiap tubuh, dan harus sehat. Untuk apa kita memilih kepala yang namun ternyata tidak genah. Kepala harus tetap sehat, agar bisa berpikir tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk anggota-anggota yang ada di bawahnya.
Saat ini kita sedang dalam masa-masa pemilihan pemimpin di kampus STAIN Pekalongan. Setelah sukses pelaksanaan pemilihan Ketua STAIN Pekalongan yang baru, tiba selanjutnya pemilihan para pemimpin-pemimpin muda yang akan membawa organisasi kemahasiswaan yang mereka pilih. Senat Mahasiswa (SEMA), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tarbiyah dan Syariah. Bahkan pemimpin Unit Kegiatan Mahasiswa mengiringi pemilihan umum raya mahasiswa. Inilah dinamika kampus yang perlu kita ikuti karena dalam hal itu semua terdapat banyak sekali experience yang akan sangat berguna nantinya ketika kita turun di masyarakat. Sebagaimana pepatah yang mengatakan “Pengalaman adalah guru yang terbaik”.
Calon-calon pemimpin muda telah dipersiapkan. Kita sebagai mahasiswa tidak mau merelakan pemerintahan ini dipegang oleh pihak-pihak yang memiliki visi-misi yang tidak sesuai dengan visi-misi kampus. Kita merindukan sosok Pekalonganese yang tidak jauh dari B.A.T.I.K. siapakah pemimpin yang kita rindukan tersebut? B.A.T.I.K (Berjuang, Agamis, Toleran, Ikhlas, Komunikatif) adalah 5 kunci dari puluhan kunci sukses seorang pemimpin terutama di kalangan mahasiswa.


BERJUANG

Pemimpin perlu memiliki sifat berjuang demi kemaslahatan mahasiswa. Kita ambil contoh, sebagai ketua DEMA, maka setidaknya ia memberikan perjuangannya untuk para organisasi-organisasi di bawahnya, misalnya UKM. Salah satu faktor keberhasilan UKM adalah hubungan baik antara UKM dengan DEMA. Maka perlu sekali DEMA menjadi mitra terbaik UKM sehingga kegiatan-kegiatan yang diterbitkan oleh UKM akan semakin berkualitas dan semakin banyak diminati. Bila hubungan di antara keduanya tidak sebagaimana mestinya, maka cukuplah sudah UKM akan sedikit peminat dan tentunya kegiatan kemahasiswaan akan hilang begitu saja.
Perjuangan yang dilakukan oleh pemimpin ini menjadi satu kunci yang tidak hanya diletakkan dalam hati, tetapi perlu diimplementasikan dalam tindakan yang nyata. Bentuknya pun berbeda sesuai dengan porsinya masing-masing. Alangkah indahnya bila pemimpin mau dan mampu berjuang, akan tumbuh semangat di hati para bawahannya sehingga organisasi yang dijalankan akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan dan tentunya menuju kepada kualitas yang tidak kalah saing dengan kampus-kampus lain.


AGAMIS

Kampus ini adalah kampus yang dikatakan sebagai perguruan tinggi agama Islam, maka image yang ada di dalam masyarakat adalah setiap mahasiswa selalu berpedoman pada ajaran agama Islam dan juga akhlaknya tidak jauh dari akhlak Islam. Realita yang ada bisa Anda bayangkan sendiri. Namun, yang perlu ditekankan adalah konsistensi dalam beragama. Seratus persen mahasiswa STAIN Pekalongan berstatus beragama Islam. Oleh karena itu, tentunya dalam berorganisasi pun agama perlu dijadikan landasan kuat sehingga organisasi dapat dibawa ke arah yang lebih jelas.
Ketika seorang pemimpin yang konsisten terhadap agamanya, yakni Islam, maka kita yakin akan sangat baik citra setiap pemimpin tersebut dan dampaknya akan membawa kepada syiar Islam yakni dengan cara berorganisasi. Tidak hanya diri pribadi, tetapi organisasi yang dibawa akan menjadi baik di mata mahasiswa dan masyarakat dan tentunya nama kampus pun menjadi simbol utama di masyarakat.


TOLERAN

Basic yang dimiliki oleh para calon pemimpin adalah sama, yakni Islam. Namun biasanya memiliki ideologi masing-masing yang berbeda satu sama lain. Sebut saja langsung para calon pemimpin aktif dalam organisasi Islam misalnya NU, Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Maka perlu sifat toleransi yang penuh kepada setiap para calon yang akan membawa organisasinya ke arah yang sesuai dengan basic kita bersama.
Meskipun berbeda, seharusnya perbedaan itu yang menjadi kunci utama dalam keberhasilan sebuah komunitas. Sebagaimana analogi yang disampaikan Maulana Habib Luthfy bin Yahya: "... kita akan menemukan kekaguman, ilmullah yang ada di dalam musik, di antara notnya itu hanya ada 7; do re mi fa sol la si do, do si la sol fa mi re do. Sedangkan oktafnya ada 7, suara miringnya 5, jadi ada 12. Yang memakai adalah di seluruh dunia, dan mengeluarkan lagu yang beragam. Ketika orang mendengarkan musik, mereka bisa menangis dan tertawa, bersedih dan bersuka ria”. Analogi ini merupakan sebuah pandangan yang sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam organisasi. Bilamana sifat toleran diaplikasikan, perbedaan-perbedaan bukan menjadi hambatan, melainkan sebagai pemicu keberhasilan sebuah organisasi. Oleh karena itu, pemimpin yang toleran akan menjadi teladan para mitranya sehingga ditiru yang nantinya tidak menimbulkan perpecahan hanya karena perbedaan.

IKHLAS

Sulit mendefinisikan kata ikhlas. Sulit pula mempraktekkannya. Namun sekilas, perlu dan penting setiap calon pemimpin memiliki sifat ikhlas membawa amanah ini untuk mahasiswa, masyarakat, dan mungkin bangsa dan negara.


KOMUNIKATIF

Setiap pemimpin sangat diperlukan memiliki sikap yang komunikatif. Baik kepada jajarannya, bawahannya, maupun mitranya. Sehingga terjalin komunikasi yang baik dan tidak ada kesalahpahaman yang mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. bentuk komunikasi yang dimaksud sangat bermacam-macam, sebagai contoh konkret dalam hal berorganisasi, perlu dialog antar pimpinan kampus, pimpinan organisasi, dan para anggota-anggota di bawahnya. Duduk bersama menyelesaikan masalah tanpa bersusah payah teriak-teriak itu lebih diutamakan. Dengan dialog atau audiensi, masalah akan lebih efektif diselesaikan dan kemungkinan timbul anarkisme akan sangat kecil. Oleh karenanya, pemimpin lebih banyak berkomunikasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan agar terjalin korelasi yang baik di antara mereka.
Lima kunci di atas adalah segelintir dari puluhan kunci untuk menggapai kesuksesan para pemimpin. Sebagai mahasiswa, kita rindukan dan sambut pemimpin-pemimpin baru kita di kampus tercinta kita, sehingga kita akan semakin nyaman beraktivitas dan dapat menuangkan ide-ide kita sebagaimana mestinya.

Pekalongan, 13 April 2010

Zidni Daris Salam
Ketua DEMA STAIN Pekalongan 2009-2010

Baca juga
Ternyata Perokok itu Lebih Baik

Read More......

Saturday, April 24, 2010

Ternyata Perokok itu Lebih Baik

Ada 3 orang pemuda yang suka bermalas-malasan. Sebut saja nama mereka A, B, dan C. Ketiganya memiliki kebiasaan buruk. A suka bermain wanita. B suka minum-minuman keras. C suka sekali merokok. Kebiasaan-kebiasaan itu sudah lama mereka jalani.
Pada suatu hari mereka sedang berjalan-jalan mengelilingi desa mereka. Saat berada di daerah yang sepi, mereka menemukan sebuah botol, lalu si A mengambilnya. Si B teringat cerita Aladin yang menemukan sebuah botol dan isinya jin yang bisa mengabulkan segala permintaan.
Tak berpikir lama, si B menyuruh si A untuk menggosok-gosok botol itu. Walhasil botol itu keluar asap dan muncullah sebuah mahluk besar, gundul, hitam, dan wajahnya agak seram.
Singkat cerita, setelah keluar dari botol itu, Sang Jin menawarkan masing-masing 1 pertanyaan kepada setiap pemuda tersebut, dan langsung akan mengabulkan permintaan mereka.
Spontan si A meminta wanita sebanyak-banyaknya, dari suku manapun, dari bangsa manapun, dari yang cantik sampai yang sangat bahenol dan sebagainya. Setelah itu ia minta untuk dimasukkan ke dalam gua dan ditutup rapat-rapat agar selama 10 tahun bisa bercinta dengan ribuan wanita dari segala penjuru dunia.
Kini giliran si B. Mudah ditebak, si B langsung minta minum-minuman keras yang kualitasnya mantap. Pun dari segala macam negara ia minta datangkan. Simpelnya, ia harus menikmati semua macam minuman keras dari manapun dan yang bagaimanapun, kalau perlu baru dicium saja sudah memabukkan. Tidak berbeda, ia minta untuk dimasukkan ke dalam gua selama 10 tahun agar bisa minum sepuasnya.
Tiba giliran si C sang perokok sejati. Ia pun tak mau ketinggalan untuk meminta apa kesukaannya selama ini. Rokok apapun dan dari mana pun. Ia minta sebanyak-banyaknya agar bisa menikmati rokok selama 10 tahun. Sama halnya si A dan B, si C minta dimasukkan ke dalam gua dan ditutup selama 1o tahun.
Hari berganti hahi
Bulan berganti bulan
Tahun berganti tahun
dan tak terasa sudah 10 tahun berlalu.
Sang Jin menepati janjinya, ia membukakan satu persatu gua-gua yang ia berikan kepada 3 pemuda tadi. Gua pertama dibuka, terlihat si A tergeletak lemas setelah 10 tahun bercinta dengan ribuan wanita dari segala penjuru. Sang Jin pun tersenyum sambil berkata dalam hati "Dasar manusia....."
Gua kedua dibuka, si B terlihat mabuk berat karena 10 tahun ia minum minuman keras dengan berbagai macam jenisnya. Sang Jin pun tersenyum kembali seraya berkata dalam hati "Benar, manusia itu rakus..."
Giliran gua ketiga dibuka, tiba-tiba Sang Jin kaget dan terheran-heran melihat si C. Bagaimana tidak, ketika Sang Jin melihat si A dan B lemas dan lemah karena nafsu mereka, ternyata malah si C menjadi lebih bugar, sehat, gemuk, kekar, dan luar biasa kuatnya, padahal ia diberi Rokok banyak sekali. Karena tidak kuat menahan rasa penasarannya, Sang Jin pun bertanya kepada si C: "Hai C, bagaimana engkau bisa menjadi sehat bugar seperti ini, padahal engkau aku beri banyak sekali rokok yang sebenarnya bisa membuatmu sakit?"
Dengan lantang dan agak sedikit marah, si C menjawab: "Dasar Jin Goblok! Engkau memberiku rokok banyak sekali tetapi engkau sangat bodoh tidak memberiku korek api!"...
Sang Jin tertawa: "HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA"


*Disarikan dari penjelasan Romo Habib Umar Muthohar RA.
By: Zidni Darissalam

Read More......